Konflik Korea
Sabtu, 11 Desember 2010 by ilyasabdulghani
Konflik Korea, Semenanjung Korea Tidak Akan Pernah Aman,Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak menegaskan negaranya dan Korea Utara akan selalu dibayangi ancaman konflik. "Karena adanya pembagian Semenanjung Korea," kata Lee dalam sambutan di Forum Demokrasi Bali III di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, Kamis (9/12).
Konflik Korea, Dua Korea itu terpisah sejak Perang Korea berakhir pada 1953. Korea Utara berada di bawah pengaruh Uni Soviet sedangkan Korea Selatan dicengkeram Amerika Serikat.
Meski konfrontasi terus mengancam, Lee menyatakan Korea Selatan berhasil memajukan demokrasi dan ekonomi dalam satu generasi terakhir. "Kemajuan ekonomi Korea Selatan 83 kali lebih besar ketimbang Korea Utara," ujarnya.
Korea Utara yang beraliran komunis termasuk negara miskin. Krisis pangan masih melanda negara itu.
Presiden Korea Selatan (Korsel), Lee Myung Bak, mengatakan bahwa demokrasi yang terjadi di negaranya berdampak besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Situasi ini berbeda jauh dengan tetangga Korsel, Korea Utara (Korut), yang terpuruk perekonomiannya.
Hal ini disampaikan oleh Presiden Korea Selatan, Lee Myung Bak, dalam pidatonya pada pembukaan pertemuan tahunan "Forum Demokrasi Bali" (BDF) III di Nusa Dua, Bali, 9 Desember 2010.
Presiden Lee menceritakan bahwa konflik di Semenanjung Korea pada tahun 70-an berakibat pada pemisahan dua Korea yang berujung pada konfrontasi berkepanjangan.
Tetangganya, Korut, menganut sistem komunis dengan tingkat perekonomian yang sangat rendah. Negara ini banyak mengandalkan negara lain, terutama China dalam menghidupi rakyatnya. Hal ini, ujar Lee, tidak dialami oleh Korsel karena negaranya menganut sistem demokrasi yang berimbas pada meningkatnya perekonomian negara.
“Tingkat pembangunan dan perekonomian Korea Selatan 38 kali lebih besar daripada Korea Utara,” ujar Lee.
Kemajuan yang disebabkan oleh demokrasi ini, tutur Lee, tidak terlepas dari niatan Korsel membuka diri untuk menjadi negara maju. Hal inilah yang menjadikan Korsel yang tadinya merupakan negara penerima bantuan menjadi negara pemberi bantuan. “Hal ini tidak mungkin terjadi tanpa sistem demokrasi,” ujarnya.
Lee mengatakan hal ini terwujud akibat tiga hal positif yang berusaha ditekankan dalam prinsip-prinsip demokrasi. Yaitu, Keterbukaan, keadilan dan kerjasama yang damai dengan negara-negara demokratis lainnya.
Konflik Korea, Dua Korea itu terpisah sejak Perang Korea berakhir pada 1953. Korea Utara berada di bawah pengaruh Uni Soviet sedangkan Korea Selatan dicengkeram Amerika Serikat.
Meski konfrontasi terus mengancam, Lee menyatakan Korea Selatan berhasil memajukan demokrasi dan ekonomi dalam satu generasi terakhir. "Kemajuan ekonomi Korea Selatan 83 kali lebih besar ketimbang Korea Utara," ujarnya.
Korea Utara yang beraliran komunis termasuk negara miskin. Krisis pangan masih melanda negara itu.
Presiden Korea Selatan (Korsel), Lee Myung Bak, mengatakan bahwa demokrasi yang terjadi di negaranya berdampak besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Situasi ini berbeda jauh dengan tetangga Korsel, Korea Utara (Korut), yang terpuruk perekonomiannya.
Hal ini disampaikan oleh Presiden Korea Selatan, Lee Myung Bak, dalam pidatonya pada pembukaan pertemuan tahunan "Forum Demokrasi Bali" (BDF) III di Nusa Dua, Bali, 9 Desember 2010.
Presiden Lee menceritakan bahwa konflik di Semenanjung Korea pada tahun 70-an berakibat pada pemisahan dua Korea yang berujung pada konfrontasi berkepanjangan.
Tetangganya, Korut, menganut sistem komunis dengan tingkat perekonomian yang sangat rendah. Negara ini banyak mengandalkan negara lain, terutama China dalam menghidupi rakyatnya. Hal ini, ujar Lee, tidak dialami oleh Korsel karena negaranya menganut sistem demokrasi yang berimbas pada meningkatnya perekonomian negara.
“Tingkat pembangunan dan perekonomian Korea Selatan 38 kali lebih besar daripada Korea Utara,” ujar Lee.
Kemajuan yang disebabkan oleh demokrasi ini, tutur Lee, tidak terlepas dari niatan Korsel membuka diri untuk menjadi negara maju. Hal inilah yang menjadikan Korsel yang tadinya merupakan negara penerima bantuan menjadi negara pemberi bantuan. “Hal ini tidak mungkin terjadi tanpa sistem demokrasi,” ujarnya.
Lee mengatakan hal ini terwujud akibat tiga hal positif yang berusaha ditekankan dalam prinsip-prinsip demokrasi. Yaitu, Keterbukaan, keadilan dan kerjasama yang damai dengan negara-negara demokratis lainnya.
Komentar :
Posting Komentar