Jamaah Islamiyah
Senin, 07 Maret 2011 by HULU WADUD
Jamaah Islamiyah, PERSOALANNYA, benar adakah organisasi Jamaah Islamiyah itu? Keraguan akan keberadaan organisasi JI disuarakan banyak pihak. MUI menyatakan JI tidak ada di Indonesia. Menteri Agama tidak melayani pers ketika dimintai komentarnya tentang JI. Ia berkilah, itu urusan politik, sedangkan dirinya menteri agama yang tidak mengurusi politik.
Jamaah Islamiyah, Abu Bakar Ba’asyir sendiri yang disebut-sebut sebagai pemimpin JI membantah keberadaan organisasi itu. Para aktivis Islam pun hampir semuanya mengeluarkan komentar yang sama: siapa JI? Artinya, JI tidak dikenal di kalangan aktivis Islam sendiri, kecuali:
Pertama, Jamaah Islamiyah di India-Pakistan yang didirikan tokoh reformis kenamaan Abul A’la Al-Maududi. Saat ini, Jamaah Islamiyah Pakistan merupakan salah satu partai politik di Pakistan yang berjuang menegakkan syariat Islam. Dipimpin Qazi Hussein Ahmad, JI Pakistan tampil sebagai oposan utama pemerintahan sekuleris Pakistan.
Kedua, Jamaah Islamiyah di Mesir. Sebagaimana JI Pakistan, JI Mesir merupakan oposisi utama. Didukung anak-anam muda dari kalangan kampus, JI Mesir disebut-sebut sebagai salah satu sempalan dari Ikhwanul Muslimin yang didirikan Hassan Al-Banna. Di sana, JI juga dituding sebagai pelaku sejumlah aksi kekerasan.
Ketiga, Jamaah Islamiyah sebagai konsep yang berarti “komunitas umat Islam” atau “masyarakat umat Islam”.
Sejauh ini, “literatur” tentang JI (Asia Tenggara) hanya datang dari “nyanyian” Omar Al-Faruq yang disebut-sebut sebagai pemimpin Al-Qaidah di Asia Tenggara. Namun, Al-Faruq sendiri yang menjadi sumber informasi JI itu merupakan sosok kontroversial dan diduga kuat merupakan agen CIA yang disusupkan ke Indonesia.
Maka, wajar jika dugaan semakin kuat bahwa pemunculan JI itu hanyalah rekayasa atau akal-akalan. Sebagaimana rekayasa kaum anti-Islam dulu yang memunculkan nama organisasi Komando Jihad, Angkatan Mujahidin Indonesia, dan sebagainya, dengan tujuan merusak citra Islam atau menangkapi para aktivis dakwah Islam.
Jika benar JI hanyalah rekayasa atau karangan Amerika dan antek-anteknya, maka penjulukkan JI sebagai organisasi teroris merupakan “fitnah kubro” bagi umat Islam sedunia. Pasalnya, jika JI dalam arti organisasi tidak ada, maka JI yang dimaksud PBB yang dimotori AS dan sekutunya adalah JI dalam pengertian konsep, yakni jamaah umat Islam.
Dengan ikatan akidah yang sama, umat Islam merupakan satu-kesatuan umat (Wihdatul Ummah). Al-Qur’an dan Sunnah Rasul menegaskan, umat Islam merupakan keluarga besar, tanpa membeda-bedakan suku dan ras. Umat Islam adalah satu jamaah, yakni jamaah umat Islam.
Kita khawatir –bahkan pantas curiga— atau setidaknya waspada, JI yang dimaksud PBB dan AS adalah JI dalam arti konsep, yakni masyarakat Islam. Pasalnya, sudah jelas bahwa JI sebagai organisasi sangat kabur. PBB bahkan tidak menyebutkan tempat JI berdiri dan bermarkas.
Selain itu, Barat yang dimotori AS, memang sejak lama mengaitkan terorisme dengan Islam, komunitas Muslim, atau tepatnya para aktivis pergerakan Islam. Setiap aksi terorisme terjadi, nama Islam hampir selalu muncul atau dimunculkan. Terdakwa kasus terorisme hampir selalu datang dari kalangan Islam.
Pakar linguistik dari Amerika Serikat, Noam Chomsky, sejak awal menegaskan bahwa Amerika menggunakan terorisme sebagai instrumen kebijakan politik luar negerinya. AS bahkan memiliki daftar organisasi teroris versinya sendiri. Dalam daftar itu kebanyakan organisasi pejuang Muslim, seperti Hamas, Hizbullah, dan terbaru Jamaah Islamiyah. Negara-negara Muslim seperti Irak, Iran, Sudan, Libya, dan Suriah sudah lama bercokol dalam daftar hitam versi negara adidaya itu.
Masyarakat dunia dibuat buta terhadap faktor yang memunculkan aksi kekerasan dari kalangan umat Islam atau organisasi Muslim. Misalnya, HAMAS di Palestina melakukan aksi kekerasan –semisal bom syahid— lebih merupakan taktik perjuangan melawan kezhaliman Zionis Israel yang didukung Barat –khususnya AS.
Jamaah Islamiyah, Abu Bakar Ba’asyir sendiri yang disebut-sebut sebagai pemimpin JI membantah keberadaan organisasi itu. Para aktivis Islam pun hampir semuanya mengeluarkan komentar yang sama: siapa JI? Artinya, JI tidak dikenal di kalangan aktivis Islam sendiri, kecuali:
Pertama, Jamaah Islamiyah di India-Pakistan yang didirikan tokoh reformis kenamaan Abul A’la Al-Maududi. Saat ini, Jamaah Islamiyah Pakistan merupakan salah satu partai politik di Pakistan yang berjuang menegakkan syariat Islam. Dipimpin Qazi Hussein Ahmad, JI Pakistan tampil sebagai oposan utama pemerintahan sekuleris Pakistan.
Kedua, Jamaah Islamiyah di Mesir. Sebagaimana JI Pakistan, JI Mesir merupakan oposisi utama. Didukung anak-anam muda dari kalangan kampus, JI Mesir disebut-sebut sebagai salah satu sempalan dari Ikhwanul Muslimin yang didirikan Hassan Al-Banna. Di sana, JI juga dituding sebagai pelaku sejumlah aksi kekerasan.
Ketiga, Jamaah Islamiyah sebagai konsep yang berarti “komunitas umat Islam” atau “masyarakat umat Islam”.
Sejauh ini, “literatur” tentang JI (Asia Tenggara) hanya datang dari “nyanyian” Omar Al-Faruq yang disebut-sebut sebagai pemimpin Al-Qaidah di Asia Tenggara. Namun, Al-Faruq sendiri yang menjadi sumber informasi JI itu merupakan sosok kontroversial dan diduga kuat merupakan agen CIA yang disusupkan ke Indonesia.
Maka, wajar jika dugaan semakin kuat bahwa pemunculan JI itu hanyalah rekayasa atau akal-akalan. Sebagaimana rekayasa kaum anti-Islam dulu yang memunculkan nama organisasi Komando Jihad, Angkatan Mujahidin Indonesia, dan sebagainya, dengan tujuan merusak citra Islam atau menangkapi para aktivis dakwah Islam.
Jika benar JI hanyalah rekayasa atau karangan Amerika dan antek-anteknya, maka penjulukkan JI sebagai organisasi teroris merupakan “fitnah kubro” bagi umat Islam sedunia. Pasalnya, jika JI dalam arti organisasi tidak ada, maka JI yang dimaksud PBB yang dimotori AS dan sekutunya adalah JI dalam pengertian konsep, yakni jamaah umat Islam.
Dengan ikatan akidah yang sama, umat Islam merupakan satu-kesatuan umat (Wihdatul Ummah). Al-Qur’an dan Sunnah Rasul menegaskan, umat Islam merupakan keluarga besar, tanpa membeda-bedakan suku dan ras. Umat Islam adalah satu jamaah, yakni jamaah umat Islam.
Kita khawatir –bahkan pantas curiga— atau setidaknya waspada, JI yang dimaksud PBB dan AS adalah JI dalam arti konsep, yakni masyarakat Islam. Pasalnya, sudah jelas bahwa JI sebagai organisasi sangat kabur. PBB bahkan tidak menyebutkan tempat JI berdiri dan bermarkas.
Selain itu, Barat yang dimotori AS, memang sejak lama mengaitkan terorisme dengan Islam, komunitas Muslim, atau tepatnya para aktivis pergerakan Islam. Setiap aksi terorisme terjadi, nama Islam hampir selalu muncul atau dimunculkan. Terdakwa kasus terorisme hampir selalu datang dari kalangan Islam.
Pakar linguistik dari Amerika Serikat, Noam Chomsky, sejak awal menegaskan bahwa Amerika menggunakan terorisme sebagai instrumen kebijakan politik luar negerinya. AS bahkan memiliki daftar organisasi teroris versinya sendiri. Dalam daftar itu kebanyakan organisasi pejuang Muslim, seperti Hamas, Hizbullah, dan terbaru Jamaah Islamiyah. Negara-negara Muslim seperti Irak, Iran, Sudan, Libya, dan Suriah sudah lama bercokol dalam daftar hitam versi negara adidaya itu.
Masyarakat dunia dibuat buta terhadap faktor yang memunculkan aksi kekerasan dari kalangan umat Islam atau organisasi Muslim. Misalnya, HAMAS di Palestina melakukan aksi kekerasan –semisal bom syahid— lebih merupakan taktik perjuangan melawan kezhaliman Zionis Israel yang didukung Barat –khususnya AS.
Komentar :
Posting Komentar